Arsitektur Dwijendra awalnya dikenal sebagai Sekolah Tinggi Arsitektur Tradisional Bali, pada tahun 1981. Selanjutnya tahun 1982 ditingkatkan menjadi Universitas Dwijendra dalam bentuk Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur.
Untuk ketiga kalinya pada tahun 2012 memperoleh status terakreditasi sesuai dengan Surat Keputusan Ban-PT no: 032/BAN-PT/Ak-XV/S1/X/2012 Tentang Penetapan Status Terakreditasi.


Selasa, 14 Juli 2009

Iklan arsitek suatu fenomena dalam kode etik

Di harian Balipost terbitan Rabu 15 Juli 2009 ada iklan bertajuk “arsitektur” dad architect (mungkin nama konsultannya) yang mengiklankan dalam suatu penjelasan, general contractor, architecture, interior, landscape. Kemudian dalam poin-pon besarnya menyatakan bergerak dibidang:

  • Kontraktor, bangun & renovasi, Villa, ruko, rumah tinggal, dll
  • Interior, 3D, Design & Perencanaan
  • Pasang segala jenis batu

Dilengkapi pula dengan nomor penyeranta 2782280, 7898810. Iklan ini berkode C.396643-ars.

Untuk konteks arsitektur, sebenarnya sudah banyak iklan sejenis ini. Dalam hal ini, kegiatan ini adalah sah-sah saja. Sekarang, setiap orang atau badan usaha memang berhak memproklamirkan (meng-iklan-kan) kegiatannya agar orang tahu akan keberadaan usaha itu. Tentu, harapan selanjutnya adalah proyek berdatangan dan alhasil, ini berarti membuka peluang kerja, memberi kesempatan kepada setiap orang untuk dapat mengapresiasi pasal-pasal dalam UUD 45, pasal 27 ayat 2 bahwa setiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Dipihak lain arsitek secara formal (sebagai suatu kumpulan orang-orang yang terhimpun dalam suatu organisasi yakni Ikatan Arsitek Indonesia atau IAI (terkadang ada yang jahil memplesetkannya jadi: i-a-i-u-e-o) memiliki kode etik yang telah disahkan, khususnya yang hendak dikaitkan dengan isi kode etik dengan iklan di atas, yakni:

Kode Etik Arsitek

Kewajiban terhadap Masyarakat:

Standar Etika 2.1 –TATA LAKU

Kaidah Tata Laku 2.102

Arsitek tidak akan menyampaikan maupun mempromosikan dirinya ataupun jasa profesionalnya secara menyesatkan, tidak benar atau menipu. Arsitek tidak dibenarkan untuk memasang iklan ataupun sarana promosi yang menyanjung atau memuji diri sendiri, apalagi yang bersifat menyesatkan dan mengambil bagian dari kegiatan publikasi dengan imbal jasa, yang mempromosikan/merekomendasikan bahan-bahan bangunan atau perlengkapan/ peralatan bangunan

Dari isi dalam kode etik arsitek, kita mendapatkan suatu himbauan bahkan bernada keras melarang (?) untuk tidak memasang iklan bagi arsitek dalam hal promosi dirinya sendiri.

Lalu, apa kaitannya dengan iklan arsitektur di atas?

Etika menurut teorinya, maksudnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (depdikbud, 1988) disitu “etika” dijelaskan dengan tiga arti:

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);

2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;

3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Tapi oleh Bertens, diusulkan urutan ketiga arti tersebut dirubah sesuai dengan hirarkinya, menjadi: pertama kata “etika” dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua, berarti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik. Sedangkan ketiga, etika mempunyai arti ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Etika baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat –seringkali tanpa disadari– menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.

Jadi etika dilihat dalam sudut pandang: sebagai sistem nilai, sebagai Kumpulan nilai (kode etik) dan sebagai ilmu. Nah, untuk kajian saat ini cukup dipandang dari sudut ilmu saja. Mungkin ada yang hendak urun pendapat, silahkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar