Arsitektur Dwijendra awalnya dikenal sebagai Sekolah Tinggi Arsitektur Tradisional Bali, pada tahun 1981. Selanjutnya tahun 1982 ditingkatkan menjadi Universitas Dwijendra dalam bentuk Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur.
Untuk ketiga kalinya pada tahun 2012 memperoleh status terakreditasi sesuai dengan Surat Keputusan Ban-PT no: 032/BAN-PT/Ak-XV/S1/X/2012 Tentang Penetapan Status Terakreditasi.


Kamis, 30 Juli 2009

HASIL TESTING CALON MAHASISWA BARU

Setelah melalui seleksi calon mahasiswa baru pada tanggal 25 Juli 2009 bertempat di Kampus Universitas Dwijendra maka ditetapkan nama mahasiswa berikut di bawah ini yang dinyatakan lulus di Fakultas Teknik Program studi Arsitektur, serta peserta yang dinyatakan sebagai cadangan


NO

NOMOR TES

NAMA CALON MHS

ASAL SEKOLAH

TAMAT

1

037/IPA/2009

MARTINUS KAY

SMK Karya Kalabahi

2003

2

044/IPA/2009

I MADE MARIANA

SMKN 1 Denpasar

2008

3

052/IPA/2009

I WAYAN ANTENA

SMAN 1 Susut, Bangli

2006

4

053/IPA/2009

GEDE ARYA NATIH ASMARA

SMK Rekayasa Denpasar

2007

5

100/IPA/2009

I MADE SADIA NUGRAHA

SMA

-

6

107/IPS/2009

I PUTU YOGA ANDIKA

SMA

-

7

129/IPA/2009

KOMANG AGUS TRI MAHENDRA

SMA

-

8

165/IPA/2009

I KOMANG JULIANTARA

SMK

-

9

177/IPA/2009

I MADE SUARSANA

SMK

-

10

180/IPA/2009

I PUTU EDY SUARA

D.3

-

11

181/IPA/2009

I WAYAN NETRAYASA

SMK

-

12

219/IPA/2009

KOMANG AGUS ADI PUTRA

SMK

-






LULUS CADANGAN:




1

043/IPA/2009

I KADEK SUPRATMANTO

SMKN 1 Denpasar

2008


Daftar ini dipetik dari Nama-nama calon mahasiswa yang lulus seleksi di tingkat Universitas

Baca lengkapnya... lanjut.

Rabu, 29 Juli 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Kedeputian Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas melalui Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas, mengadakan sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). PP tersebut merupakan turunan dari UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang sebagai pedoman bagi pelaksanaan program pembangunan. Sosialisasi yang dilaksanakan pada hari ini, Senin (07/07), pukul 12.30 WIB, di Ruang SG 1-3, Gedung Bappenas tersebut, dibuka oleh Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Ir. Max H. Pohan, CES., MA., dan menghadirkan Dirjen Penataan Ruang PU, Ir. Imam S. Ernawi, MCM., MSc., dan sebagai moderator adalah Direktur Tata Ruang dan Pertanahan, Ir. Deddy Koespramoedyo, MSc. Menurut Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, tujuan dari sosialisasi adalah sebagai upaya pemberian informasi melalui penjelasan rinci mengenai muatan yang terdapat di dalam PP RTRWN yang sangat penting bagi penyusunan program kebijakan nasional terkait dengan penataan ruang.http://www.penataanruang.net/taru/nspm/UU_No26_2007_Tentang_Penataan_Ruang.pdf

Baca lengkapnya... lanjut.

Minggu, 26 Juli 2009

MURNI DAN TIDAK MURNI

Diskusi ikatan arsitek indonesia (iai) membahas al: arsitek yang murni & tak murni, persaingan pasaran menyebabkan profesi arsitek menggelisahkan. arsitek asing & mahasiswa arsitektur dapat dimanfaatkan.
SOAL murni dan tidak murni rupanja tidak hanja pada benda-benda seperti emas atau madu sadja, tapi djuga dikalangan arsitek. Djika soal ini tidak diketahui umum, setidak-tidaknja diketahui dan dirasakan dikalangan anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) jang mengadakan diskusi dua malam berturut-turut di Tugu awal Maret jang lalu. Apakah arsitek jang murni dan apakah jang tidak murni? Jang murni konon adalah, seperti dikatakan Ir. Tjiputra, alumni ITB jang sekarang memimpin PT Pembangunan Jaya, “jang menghendaki pemisahan tegas antara tugas arsitek dan tugas pelaksana”. Sedang jang dianggap tidak murni, jaitu mereka jang menganggap bahwa arsitek dan pelaksana sesungguhnja berada dalam satu proses.
Silaban. Timbulnja perbedaan pendirian itu rupanja bukan baru sekarang sadja. Ir.W.P. Tjiong, anggota Dewan Perantjang DCI jang turut dalam diskusi mentjeritakan kepada reporter Farchan Bulkin, bahwa sedjak 1954, jaitu ketika terdjadinja pengusiran orang-orang Belanda — termasuk arsitek-arsiteknja — pekerdjaan arsitek dipegang oleh tenaga-tenaga tamatan KWS.
Keadaan demikian jang ditemui oleh mahasiswa-mahasiswa didikan Van Doorman, Ketua Djurusan Arsitektur ITB, ketika menjelesaikan kuliah ditahun 1958. Tentu sadja tidak semua tenaga-tenaga lokal itu tidak bisa mengembangkan diri. Arsitek Silaban misalnja, adalah salah satu tjontoh diantara jang dapat madju dalam praktek. Meskipun begitu, setjara keseluruhan, keadaannja tidak memuaskan bagi beberapa orang arsitek-arsitek muda jang baru menjelesaikan pendidikan itu. Suhartono Susilo pada tahun 1960 achirnja mendirikan Ikatan Arsitek Indonesia. Untuk apa? Meskipun tidak dikatakan, maksudnja djelas untuk wadah seleksi dan sekalian membedakan antara arsitek jang betul-betul mendapat pendidikan formil dengan mereka jang hanja beladjar dari praktek.

Buku Pintar. Akan tetapi tidak semua arsitek Indonesia waktu itu setudju dengan Suhartono. Dan jang tidak setudju itu antaranja Tjiputra, jang setelah berdirinja IAI, pindah ke Djakarta dan kemudian mendapat kepertjajaan dari Gubernur Soemarno membuat design dan sekaligus djuga memimpin pelaksanaan pembangunan projek Pasar Senen. Dan dalam diskusi, orang jang rupanja menjadi sorotan rekan-rekannja itu mengambil kesempatan menjelaskan posisinja dengan mengutip buku pintar bernama ensiklopedi.
Sjahdan menurut buku pintar itu arsitek bukan hanja melakukan design akan tetapi djuga builder, dan lebih djauh djuga lagi master builder. Dalam perkembangan teknologi sekarang, rupanja pengertian itu mendjadi lebih penting lagi. Sebabnja karena ketjenderungan pada pembangunan-pembangunan besar dalam bentuk real-estate dan apa jang disebut turn-key project. Semua itu menurut Tjiputra, membuat pekerdjaan design hanja sebagian ketjil sadja dalam suatu proses pembangunan. Dan bukti-bukti ditundjukkan pada kontraktor-kontraktor raksasa internasional dengan omzet sampai miljaran dolar — seperti kontraktor Djepang misalnja. Meskipun begitu sistim penjatuan pekerdjaan perentjanaan dan pelaksanaan bukan tidak ada bahajanja jaitu terdjadinja ketjurangan-ketjurangan. Tapi soal ketjurangan adalah soal ada tidaknja dedikasi. Dan dengan bersemangat Tjiputra berkata: “Kita ini bekerdja untuk memadjukan negara. Untuk meningkatkan GNP, bukan?”
Djual Obat. Tentu sadja tidak ada peserta diskusi jang menjahut “bukan” pula. Bagi Suhartono Susilo, Ketua IAI jang djuga adalah Ketua Djurusan Arsitektur Universitas Parahyangan disamping Direktur PT Budaja Bandung di samping lagi Anggota Dewan Teknik Pembangunan, jang djelas sekarang ini tidak ada kedjelasan antara profesi arsitek jang berpendidikan formil dan jang tidak. “Jang perlu sekarang ini adalah adanja pengarahan dan penertiban”, katanja kepada TEMPO. “Bagi saja arsitek itu harus ada standard dan independen. Tidak hanja melajani the haves sadja”. Dan lebih djauh ia melihat “mereka jang terdjun kebidang pelaksana kebanjakan hanja tjari untung sadja”.
Dan bahwa profesi arsitek di Indonesia rupanja sampai sekarang masih kabur djuga ditundjang oleh peserta jang lain. Winant Rooskandr, peserta dari Badan Pengembangan Pendidikan di Bandung berpendapat sebabnja “karena profesi arsitek kita masih dalam perkembangan”. Berbeda dengan diluar negeri dimana profesi arsitek sudah djelas dan sudah punja tradisi. “Sedang dikita jang ada hanja profesional djual obat”, katanja.
Persaingan. Nampaknja soal membuat djelas profesi arsitek ini tjukup menggelisahkan. Apa sebab? Kadji punja kadji ternjata soalnja adalah soal persaingan dengan arsitek asing jang sekarang banjak didatangkan di Indonesia, akan tetapi jang dirasakan lebih pahit saingan dari “arsitek-arsitek sementara” jaitu mahasiswa-mahasiswa arsitektur jang bekerdja sambilan. Persaingan untuk prestasi tentu sadja tidak usah dipandang buruk. Bahkan seperti dikatakan Kartomo “sudah saatnja kita membuka persaingan internasional dinegeri kita”. Tapi soal saingan dari mahasiswa jang bekerdja sambilan memang dirasakan mengantjam betul misalnja oleh Hans Awal, seorang pengusaha Biro Arsitek di Djakarta, atau Hidajat Natakusumah, dari suatu biro-arsitek swasta jang djuga merangkap djadi anggota DPRD Djawa Barat.
Sampai disini soalnja djelas, apa jang diperlukan para arsitek Indonesia itu, jaitu proteksi. Dan untuk memproteksi diri dari inisiatif jang akan ditempuh para arsitek, melalui keputusan diskusi jang kabarnja mau dibukukan, boleh dikatakan pintar djuga. Pertama membentuk organisasi sardjana arsitek dan difihak lain merobah sistim pendidikan arsitek.
Tentang wadah organisasi sardjana rupanja sudah dirintis oleh Piek Muljadi dari Djakarta dan forum diskusi achirnja meresmikan organisasi baru Persatuan Sardjana Arsitek Indonesia itu. Akan tetapi disamping PSAL, oleh Rooskandar dkk djuga diusulkan suatu organisasi alumni jang kelak dapat dipergunakan sebagai forum konsultasi.
Adapun perombakan sistim pendidikan rupanja akan disesuaikan dengan jang dibutuhkan oleh perkembangan sekarang. “Perlu diperhatikan didalam mentjari pemetjahan faktor keadaan pendidikan sebelum universitair, kurikulum dan tenaga pendidikannja”, tulis rumusan hasil diskusi jang disusun oleh 7 diantara 35 orang peserta. Dan 7 diantara 35 peserta itu agaknja dapat dianggap sebagai usaha netralisasi perbedaan pendirian murni dan tidak murni, oleh karena disana disamping terdapat Tjiputra jang dianggap arsitek tidak murni, djuga terdapat Suhartono Susilo jang dipandang mewakili arsitek murni.
Sumber : Majalah Tempo, Edisi. 07/I/17 - 23 April 1971
________________________________________

Artikel ini dicetak dari Silaban Brotherhood: http://www.silaban.net
Diposting oleh Charly Silaban pada tanggal 17 April 1971 || Kategori Seputar Silaban

Baca lengkapnya... lanjut.

KISRUH RTRWP BALI

Kemelut di Bali mengenai Ranperda RTRWP nampaknya masih berlangsung, dan kini ternyata semakin merumit saja. Ketika awal ranperda dibuat draftnya, oleh beberapa pihak mempermasalahkannya dari aspek kajian yang kurang terakomodasi. Masyarakat pun bereaksi mendorong adanya suatu perbaikan-perbaikan fundamental dalam draft RTRWP Bali ini. Orang nomor satu di Bali (Gubernur) pun pada akhirnya membuka keran bagi perbaikan kajian dimaksud. Akhirnya melalui suatu forum akbar yang dgagas oleh Universitas Udayana digelar suatu forum kajian terhadap perbaikan RTRWP Bali, tidak sedikit profesor-profesor yang ikut ngayah (membantu secara sukarela) terlibat dalam proses kajian ini. Setelah kajian dimaksud selesai kemudian diserahkan kepada orang nomor satu di Bali lanjut diadakan pembenahan oleh para legislator. Ternyata disinipun terjadi kekisruhan, panitia pokja revisi RTRWP mengundurkan diri dari tugasnya, selanjutnya ketika hendak disahkan pun kembali menuai permasalahan fatal yakni beberapa kabupaten di Bali berkumpul di Klungkung sepakat hendak menyarakan agar tidak sahkan
ARTIKEL WARUNG GLOBAL (Balipost, 27 Juli 2009)


Pertemuan lima bupati di rumah jabatan Bupati Klungkung, Jumat (24/7) lalu menghasilkan sebuah kesepakatan terkait dengan Ranperda RTRWP Bali yang sebentar lagi akan diketok palu. Tentu saja sikap dari lima bupati ini mengundang pertanyaan. Kenapa baru sekarang, menjelang akan disahkan, dari dulu ke mana saja? Ada pula pernyataan dukungan muncul dari beberapa kawan Global, bahwa seyogianya bupati harus dilibatkan dalam pembahasan RTRWP ini, sebab para bupatilah yang tahu bagaimana seluk-beluk di wilayahnya. Demikian opini masyarakat dalam acara Warung Global yang disiarkan Radio Global FM, Sabtu (25/7). Berikut rangkumannya.

Wayan Sudiara di Batuan sangat mendukung langkah para bupati ini, sebagai warga Gianyar ia hanya menginginkan agar ada pemerataan di seluruh Kabupaten Gianyar, semua dapat menikmati hasil perekonomian dari segala bidang.

Pande di Pandakgede menyatakan topik kali ini memang kedengarannya agak sangar, konotasinya akan menimbulkan kontroversial di masyarakat. Pulau Bali yang mungil ini mendesak untuk diproteksi. Oleh karena itu, wajar jika para bupati menyikapi hal ini. Kabupaten/kota adalah bagian integral dari sebuah provinsi, ia sepakat hal ini dilakukan semasih dalam konteks untuk menjaga Bali.

Lain halnya Ketut Kari di Songan. Ia meragukan statemen para bupati ini, apakah benar ini merupakan sebuah cerminan dari para bupati menyikapi Bali yang kian hari kian bopeng saja. Apakah ini bukan sedikit kepura-puraanlah atau sedikit mencari muka di depan masyarakat? Kita tidak tahu di balik semua itu?

Adnyana di Pedungan juga melihat konotasinya agak seram, jika itu benar ia tidak setuju, sebab akan merusak tatanan otonomi daerah yang akan menjadi kebablasan, investor nakal akan merasa gembira sebab kita dilihat tidak kompak. ''Mestinya kita bersatu membangun Bali, bukan membangun di Bali. Jika masing-masing punya sikap berbeda apa jadinya nanti,'' tanyanya.

Sedikit berbeda dengan Walek di Gelogor. Sedari awal dia pernah menyatakan bahwa untuk pembentukan Perda RTRWP harus mengakomodasi dari kabupaten, sebab para bupatilah yang tahu segala seluk-beluk wilayahnya. Kalau tidak dilibatkan apa yang akan terjadi nanti, ini harus melibatkan bupati seluruh Bali. Apa pun alasannya bupati punya kewenangan penuh atur kabupatennya.

Gede Biasa di Denpasar menyikapi hal ini dengan bahasa yang sederhana, jika RTRWP ini kelar, bisa diterima semua pihak, sehingga betul-betul menjadi pelindung Bali ke depan. Jika ada pendapat, usulan, masukan yang masih dikesampingkan maka belum pantas untuk disahkan, semua pihak harus duduk bersama dulu, sebab belum ada titik temu, coolling down dulu untuk mencapai sebuah kesepakatan nantinya dengan perda ini disahkan tidak ada yang dirugikan lagi.

Sumawa di Kintamani menilai ini sebuah bentuk kekhawatiran dari para bupati. Jadi wajar saja, namun perlu diingat kalau semua itu untuk memperjuangkan kepentingan rakyat Bali kedepankan hati nurani, bukan menjadi penghancur alam Bali dan yang paling penting adalah kehancuran Bali segera dihentikan.

Meski tidak semua bupati yang hadir saat itu, Agung Adnyana di Sanur menyatakan yang terpenting adalah kesepahaman, sinergi, bersatu untuk amankan tanah Bali. RTRWP Bali adalah satu hal yang sangat strategis untuk amankan ajeg Bali. Namun sangat disayangkan jika para bupati tidak dilibatkan.

Menurut Prianus di Denpasar, sepatutnya harus mendengarkan suara para bupati, jika tidak ini akan menjadi bom waktu. Sebab, perda ini menyangkut kewilayahan.

Dewa Winaya di Tabanan juga sepakat dengan itu, harus ada kekompakan dulu di internal baru ranperda itu disahkan.

Edi di Denpasar menyatakan hal yang sama, seyogianya para bupati dilibatkan dalam pembahasan dari pembentukan sampai pengesahan. Meski terkesan terlambat, namun harus tetap memperjuangkan demi Bali.

Mang De di Penatih menyatakan barangkali banyak poin dalam perda tersebut yang dinilai tidak memberikan kontribusi bagi kabupaten, sementara banyak perda yang tidak berjalan dengan maksimal. Oleh karena itu, alangkah baiknya semua pihak yakni bupati, wali kota, pemprov duduk bersama membahas dulu agar tercipta suatu kekompakan. ''Kalau belum kompak, jangan disahkan dulu Perda RTRWP tersebut,'' pintanya.

Senada dengan itu, Marbun di Nusa Dua menambahkan jangan sampai mengabaikan aspirasi rakyat, selama ini pejabat di atas hanya sibuk ngurus perda saja. Apa mereka tidak melihat rakyat sudah makan atau belum? Mestinya peraturan yang dibuat oleh IB Mantra dulu saja master plan-nya sudah bagus jangan diutak-atik lagi.


Baca lengkapnya... lanjut.

Friedrich Silaban (1912-1984): Arsitek Pengukir Sejarah Toleransi








Kontributor: Charly Silaban (dalam situs: Silaban Brotherhood )
Dia arsitek pengukir sejarah toleransi beragama di negeri ini. Bung Karno menjulukinya sebagai “by the grace of God” karena kemenangannya mengikuti sayembara desain Mesjid Istiqlal. Friedrich Silaban, seorang penganut Kristen Protestan yang taat kelahiran Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912, wafat dalam usia 72 tahun pada hari Senin, 14 Mei 1984 RSPAD Gatot Subroto Jakarta, karena komplikasi beberapa penyakit yang dideritanya.
Friedrich Silaban, Arsitek Mesjid Istiqlal
Toleransi beragama yang tinggi sedari dulu telah ditunjukkan oleh umat beragama di Indonesia, baik yang Muslim, Nasrani maupun yang lainnya. Apabila satu pemeluk agama tertentu suatu ketika membangun tempat ibadah, tidak jarang kemudian dibantu oleh umat agama lain. Demikian halnya dalam pembangunan Mesjid Agung Istiqlal. Mesjid yang di awal abad 21 merupakan mesjid terbesar di Asia Tenggara itu, dalam proses pembangunannya telah menyimpan satu sejarah toleransi beragama yang sangat tinggi.
Disebutkan demikian, karena sang arsitek dari mesjid tersebut adalah seorang penganut Kristen Protestan yang taat.Tidak ada yang dibuat-buat sehingga menjadi demikian, namun begitulah memang gambaran toleransi beragama antara umat di negeri ini sejak dulu. Kebesaran jiwa dari umat Islam sangat jelas terlihat disini. Mereka mau menerima pemikiran atau desain tempat ibadah mereka dari seorang yang non muslim. Demikian juga dengan Friedrich Silaban, sang arsitek, telah menunjukkan kebesaran jiwanya dengan terbukanya hati dan pikirannya untuk mengerjakan mesjid yang sangat monumental tersebut.
Pekerjaan karya besar demikian, memang hanya mungkin dilakukan Silaban dengan jiwa besarnya tadi. Sebab dengan perbedaan latar belakang kepercayaan tersebut, maka ia harus terlebih dahulu mampu menjawab pertanyaan yang timbul dalam hati nuraninya sendiri. Pertanyaan dimaksud adalah pantaskah ia sebagai seorang pemeluk Agama Kristen Protestan membuat desain sebuah mesjid?
Sedangkan mesjid dalam hal ini bukanlah sekedar bangunan yang terdiri dari atap genting, dengan dinding batu bata semata. Melainkan merupakan bangunan yang disucikan sebagai tempat umat Islam beribadah dan melakukan kegiatan religius dan sosial lainnya. Apalagi mesjid disini adalah Mesjid Agung Istiqlal (Istiqlal artinya merdeka).
Mesjid yang diniatkan untuk melambangkan kejayaan dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Mesjid yang merupakan suatu bangunan monumental kebanggaan seluruh umat Islam di Indonesia, dan akan tercatat sebagai mesjid terbesar di Asia Tenggara dijamannya. Karenanya, bangunan ini akan ‘berbicara’ tidak hanya puluhan tahun tapi sampai ratusan tahun kelak.
Pencetus ide pembangunan mesjid ini sendiri adalah KH Wahid Hasyim yang kala itu menjabat sebagai Menteri Agama RI pertama. Selanjutnya, pada 1950 ayah KH Abdurrahman Wahid (Presiden RI keempat) ini bersama-sama dengan H Agus Salim, Anwar Tjokroaminoto, Ir Sofwan dan sekitar 200-an orang tokoh Islam pimpinan KH Taufiqorrahman melembagakannya dengan membentuk Yayasan Mesjid Istiqlal.
Lembaga ini kemudian dikukuhkan di hadapan notaris Elisa Pondang pada tanggal 7 Desember 1954. Yayasan Mesjid Istiqlal mengharapkan adanya mesjid yang kelak dapat menjadi identitas bagi mayoritas umat Islam di Indonesia. Gagasan dimaksud, juga mendapat dukungan dari Ir. Soekarno, Presiden RI ketika itu. Bahkan, presiden bersedia membantu pembangunan mesjid.
Demi mendapatkan hasil terbaik, desain mesjid sengaja diperlombakan. Untuk itu dibentuklah tim juri yang beranggotakan Prof. Ir. Rooseno, Ir. H Djuanda, Prof. Ir. Suwardi. Hamka, H. AbubakarAceh dan Oemar Husein Amin yang diketuai langsung oleh Ir. Soekarno.
Setelah melalui beberapa kali pertemuan di Istana Negara dan Istana Bogor, maka pada 5 Juli 1955 tim juri memutuskan desain kreasi Silaban yang berjudul ‘Ketuhanan’ jadi pemenangnya. Dia menciptakan karya besar untuk saudaranya sebangsa yang beragama Islam, tanpa mengorbankan keyakinannya pada agama yang dianutnya.
Sedangkan lokasinya diputuskan di Wilhelmina Park, bekas benteng kolonial Belanda. Karena lokasi yang terletak di depan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat itu tergolong sepi, gelap, dan tembok-tembok bekas bangunan benteng telah ditumbuhi lumut dan ilalang menyemak di mana-mana, maka masyarakat, alim ulama sampai ABRI turun bahu-membahu bekerja bakti membersihkan lokasi tersebut pada tahun 1960. Dan setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 24 Agustus 1961, pemancangan batu pertamapun dilaksanakan oleh Ir. Soekarno.
Pembangunan mesjid ini memakan waktu kurang lebih sepuluh tahun. Panjangnya waktu ini karena pembangunannya memang sempat tersendat oleh krisis ekonomi dan iklim politik yang memanas. Disamping itu, kebetulan pula pembangunan mesjid ini berbarengan dengan pembangunan monumen lainnya, seperti Gelora Senayan (sekarang Gelora Bung Karno) dan Monas.
Bahkan meletusnya peristiwa pemberontakan G 30 S PKI pada 1965, mengakibatkan pembangunannya sempat berhenti total. Dan baru dimulai kembali setelah Menteri Agama KH. M. Dahlan mengupayakan penggalangan dana. Kepengurusanpun diganti dan ditangani langsung oleh KH. Idham Chalid yang bertindak sebagai koordinator.
Mesjid dengan arsitektur bergaya modern yang memiliki luas bangunan sekitar empat hektar dengan luas tanah mencapai sembilan setengah hektar dan terbagi atas beberapa bagian, yakni gedung induk dan qubah, gedung pendahuluan dan emper penghubung, teras raksasa dan emper keliling, menara, halaman, taman, air mancur, serta ruang wudhu itu akhirnya terselesaikan juga. Penggunaannya kemudian diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 22 Februari 1978.
Di Mesjid ini, beragam kegiatan diselenggarakan, diantaranya kuliah zuhur, taklim magrib, pengajian kaum ibu, pengajian bulanan, bimbingan qiro atul Qur’an, pengajian tinggi Istiqlal, pusat perpustakaan Islam Indonesia, TK Islam, dan lain-lain.
Pergulatan Hati Silaban.
Menjawab pertanyaan hati nuraninya mengenai pantas tidaknya dirinya membangun sebuah mesjid, maka sebelum Silaban mengikuti sayembara desain Mesjid Istiqlal tersebut, ia minta nasehat dari Monsigneur Geisse, seorang uskup dari Bogor. Dan terutama memohon petunjuk dari Tuhan Allahnya sendiri.
“Oh, Tuhan! Kalau di MataMu itu benar, saya sebagai pengikut Yesus turut dalam sayembara pembuatan Mesjid Besar buat Indonesia di Jakarta. Tolonglah saya! Tunjukkan semua jalan-jalannya dan ide-idenya, supaya saya sukses. Akan tetapi Tuhan! kalau di MataMu itu tidak benar, tidak suka Tuhan saya turut maka gagalkanlah semua usaha saya. Bikin saya sakit atau macam-macam hingga saya tak dapat turut dalam sayembara”, begitu doa Silaban minta petunjuk Tuhan.
Ternyata Arsitek kelahiran Bonandolok (sebelah barat Danau Toba), Sumatera Utara, 16 Desember 1912 ini tidak mengalami hambatan apa-apa ketika hendak mengikuti sayembara. Dengan demikian ia berkesimpulan bahwa Tuhan mengijinkannya, maka iapun mengikuti. Begitulah akhirnya hingga ia dipilih sebagai pemenang pertama.
Desainnya yang menerapkan prinsip minimalis pada Mesjid Istiqlal tersebut serta penataan ruangan-ruangannya yang terbuka di kiri-kanan bangunan utama dengan tiang-tiang lebar diantaranya sehingga memudahkan sirkulasi udara dan penerangan yang alami kedalamnya, membuat desain Silaban ini sangat cocok untuk mesjid yang berdaya tampung 100.000-an tersebut.
Kisah dengan Bung Karno.
Arsitektur yang satu ini memang seorang yang selalu kuat mempertahankan apa yang sudah diyakininya benar. Sifatnya yang demikian, telah juga menggoreskan kenangan manis dalam perjalanan hidupnya. Sifat pendirian yang konsisten itu telah membuat hubungannya dengan Bung Karno, Presiden Republik Indonesia pertama, menjadi agak menarik dan unik. Cerita dimaksud diungkapkannya pada Solichin Salam dalam satu wawancara pada bulan Pebruari 1978.
Secara jujur dikatakannya, bahwa arsitekturlah yang membuat hubungannya dengan Bung Karno menjadi unik. Menurutnya, selama 24 tahun dia sering berselisih pendapat dengan Bung Karno. Namun dalam perselisihan pendapat itu, katanya, tidak jarang Bung Karno mengakui terus terang bahwa beliau yang salah dan Silabanlah yang benar.
Bagi Anak kelima dari Jonas Silaban (ayah) dan Noria boru Simamora (ibu), ini pengalaman-pengalaman dengan Presiden Soekarno itu menjadi kenangannya sampai mati. “Saya sudah bekerja 47 tahun terus menerus sampai sekarang, tetapi belum pernah ada pemimpin yang mengaku salah pendapat terhadap saya, selain dari Bung Karno. Contoh untuk ini saya sebutkan antara lain masalah kompleks Bangunan Olah Raga (sebelumnya Asian Games-red) Senayan”, kata Silaban saat itu.
“Karena adalah suatu kekeliruan untuk membuat suatu ‘sport complex’ yang berkaliber internasional atau dua bidang tanah yang terpisah oleh sebuah jalan raya yang nanti akan menjadi jalan raya yang tersibuk di Asia Tenggara. Ditilik dari sudut manajemen dan organisasi, ini akan menyulitkan secara terus menerus dan berganda. Betul saya lihat di sini (gambar) direncanakan sebuah tunnel raksasa, di bawah jalan Jenderal Sudirman, tetapi itu terlalu ‘onna tuurijk’.
Di samping itu ‘tunnel’ demikian akan terus kebanjiran, sehingga membutuhkan pompa raksasa untuk menjamin kekeringannya. Tenaga listrik untuk itu dan untuk penerangan ‘tunnel’ demikian besarnya, sehingga cukup untuk sebuah kota menengah. Tetapi bukan itu saja keberatan saya. Keberatan terbesar adalah masalah lalu-1intas. Duku Atas terlalu dekat kepada bundaran Jalan Thamrin seperti tadi saya telah katakan, maka jalan Sudirman akan menjadi jalan raya tersibuk di seluruh Asia Tenggara. Sukar dapat dibayangkan, betapa macetnya lalu lintas apabila ada ‘sport festival’di ‘Asian Games Complex’ itu” katanya.
Suami dari Letty Kievits, ini lebih lanjut mengatakan, untuk menonton pertandingan pada pukul 17.00 (sore), rakyat sudah harus berkumpul di Stadion sejak pukul 13.00 (siang) kalau tidak, mereka tidak akan kebagian tempat. Sementara kalau presiden mau jalan, selalu didahului ‘voorrijders’ dengan sirenenya, sehingga tidak pernah mengalami apa yang harus dihadapi oleh rakyat.
“Jadi kalau tokh Pemerintah mempertahankan Duku Atas sebagai tempat untuk Asian Games itu, maka sudah dapat diramalkan bahwa lalu lintas pada hari-hari ada acara sport di Asian Games Complex, di jalan itu akan macet total. Kalau Presiden tokh mempertahankan tanah Duku Atas itu dengan rencana Rusia yang pada hari ini saya lihat, maka saya khawatir, bahwa kelak anak-anak Guntur akan nyeletuk: Kok kakek kami bodoh amat membuat kompleks stadion begitu”, begitu kritik Silaban dengan jujur kepada Bung Karno ketika itu.
Menurutnya, ketika itu Bung Karno berkomentar, “Ya, Presiden Soekarno yang salah dan Silaban yang benar”. Itulah kenangan yang tak pernah dilupakannya sampai akhir hidupnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan formal di H.I.S. Narumonda, Tapanuli tahun 1927, Koningen Wilhelmina School (K.W.S.) di Jakarta pada tahun 1931, dan Academic van Bouwkunst Amsterdam, Belanda pada tahun 1950, Ia kemudian bekerja menjadi pegawai Kotapraja Batavia, Opster Zeni AD Belanda, Kepala Zenie di Pontianak Kalimantan Barat (1937) dan sebagai Kepala DPU Kotapraja Bogor hingga 1965.
Di zaman kolonial, ayah dari 10 orang anak dan kakek 5 orang cucu, ini sudah menunjukkan prestasi-prestasi yang gemi1ang, seperti misalnya ia berhasil memenangkan sayembara perencanaan rumah Walikota Bogor (1935) dan beberapa hotel. Dalam sayembara-sayembara tersebut, hanya dialah satu-satunya arsitek pribumi. Karyanya dalam membuat monumen mengenang orang-orang Belanda yang gugur melawan Nazi Jerman di masa Perang Dunia II, membuatnya mendapat pujian dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu. Telah banyak karyanya yang sungguh mengagumkan, diantaranya adalah Mesjid Istqlal, Monumen Nasional, Gelora Senayan dan lain-lain.
Karya-karyanya itu jualah yang menobatkannya menjadi orang yang dianggap pantas mendapat penghargaan-penghargaan, baik dari bangsanya sendiri maupun dari luar bangsanya. Penghargaan dimaksud antara lain berupa tanda kehormatan Satya Lencana Pembangunan yang disematkan oleh Presiden Sukarno pada tahun1962. Penghargaan Honorary Citizen (warga negara kehormatan) dari New Orleans, Amerika Serikat. Di samping itu Qubah Mesjid Istiqlal telah diakui Universitas Darmstadt, Jerman Barat sebagai hak ciptanya, sehingga disebut sebagai “Si1aban Dom”, atau qubah Si1aban.
Tokoh yang dijuluki Bung Karno sebagai “by the grace of God” karena kemenangannya mengikuti sayembara desain Mesjid Istiqlal, ini akhirnya tutup usia di RSP AD Gatot Subroto Jakarta, pada hari Senin, 14 Mei 1984, karena komplikasi beberapa penyakit yang dideritanya.
Ia pergi dengan hati bangga, karena hasil karya besarnya telah menjadi kenyataan. Silaban yang sampai akhir hayatnya masih tetap menjabat sebagai Wakil Kepala Proyek Pembangunan Mesjid Istiqlal Jakarta itu akan tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai arsitek dari Mesjid Istiqlal. Sebuah mesjid yang termegah di Asia Tenggara pada jamannya.
Dia pergi setelah mengukir sejarah, suatu sejarah yang lebih tinggi dari karya sebuah hasil seni atau teknologi. Tapi adalah sejarah kemanusiaan, kebersamaan, toleransi. Namanya akan dikenang sepanjang zaman.
Sumber : (e-ti/marjuka - Wajah-wajah Nasional oleh: Solichin Salam dan berbagai sumber lain) TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Baca lengkapnya... lanjut.

Sabtu, 25 Juli 2009

LIMA MAHASISWA ARSITEKTUR DWIJENDRA IKUT PPKTIM









(Mahasiswa peserta PPKTIM: Gede Kariawan, Komang Budiardika, Gde Juniasa, Erfan dan Dewa Gde Sayang Putra)

Pelatihan Penulisan Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa (PPKTIM) Universitas Dwijendra (UNDWI) yang mengabil tema "MELALUI PELATIHAN PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA UNIVERSITAS DWIJENDRA KITA TUMBUHKAN SEMANGAT DAN GAIRAH KREATIVITAS, INOVATIF, AKADEMIS DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS DWIJENDRA" telah berlangsung pada hari Kamis dan Jumat (18-19 Juni 2009). Pelatihan yang bertempat di Aula Yayasan Dwijendra Pusat Denpasar diikuti oleh 60 perwakilan mahasiswa dari masing-masing Fakultas yang ada di Lingkungan Universitas Dwijendra. 5 dari mhasiswa Fakultas Teknik ikut serta dalam pelatihan ini.

Acara PPKTIM UNDWI ini dibuka oleh Rektor Universitas Dwijendra Bapak I Ketut Wirawan, SH., M.Hum dan dihadiri oleh para undangan diantaranya Pembantu Rektor III UNUD Bapak Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta, MP. yang sekaligus sebagai nara sumber dalam pelatihan tersebut, Ketua Yayasan Dwijendra Pusat, dan Kepala Unit di Lingkungan Yayasan Dwijendra. Pada kesempatan itu pula dilantik Pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) UNDWI periode 2009/2010.

Mahasiswa peserta sangat antusias dalam mengikuti pelatihan ini, hal ini dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan kritis dari mahasiswa pada tiap-tiap materi yang disampaikan dan pada saat presentasi hasil diskusi kelompok mengenai karya tulis yang dibuat dari para peserta.

Output yang diharapkan dari pelatihan ini adalah agar nantinya mahasiswa Universitas Dwijendra mampu menghasilkan karya tulis ilmiah yang berkualitas yang nantinya bisa bersaing dalam lomba karya tulis ilmiah di tingkat nasional.

Baca lengkapnya... lanjut.

Jumat, 24 Juli 2009

RENCANA DOSEN MENGIKUTI SEMINAR













Pada hari Jumat tanggal 7 Agustus, lima dosen Fakultas Teknik Universitas Dwijendra (diurut dari kiri ke Kanan: Bagus Arjana, Nyoman Gde Suardana, Ida Bagus Gde Manuaba, Ery Suardana, Adhimastra) berencana akan hadir dalam Seminar Nasional bertajuk "Kearifan Lokal - Local Wisdom- dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan di Universitas Merdeka Malang





Sedangkan pada Selasa 18 Agustus 2009, Ir. IGN Tri Adiputra, MT berencana akan menghadiri Seminar Internasional bertajuk "Making Space for a Better Quality of Living" yang akan berlangsung di Universitas Gajahmada, Yogyakarta.
Kesertaan dosen arsitektur dwijendra ini dalam kedua seminar tersebut akan memberikan nilai plus dalam usaha pengembangan diri maupun institusi. Kita doakan saja mereka benar-benar jadi berangkat dalam seminar dimaksud, karena keberangkatan tersebut sangat tergantung pada pendanaan yang dicairkan untuk kegiatan akbar ini.

Baca lengkapnya... lanjut.

SEBAGIAN KECIL ”DISKUSI ARSITEKTUR” DALAM PKB KE 31


PROLOG
Seorang arsitek muda yang cantik bertanya: apa pendapat sipembicara (ketika acara diskusi arsitektur dibawakan oleh para arsitek-arsitek yang mempresentasikan karya-karya mereka) tentang atap datar/flat untuk bangunan-bangunan yang dibangun di Bali? Disini, jelas yang ditanyakan adalah dua hal yang berbeda, satu hal mengenai teori apa arsitektur itu? Dilain hal mengenai bagaimana kalau membangun .... ?
Mengikuti pola pikiran Josef Priyotomo, dimana beliau memisahkan diskusi arsitektur, satu sisi diskusi ditekankan pada masalah ”apa dan siapa” yang disebut dengan Pengertian arsitektur, sedangkan diskusi lainnya ditekankan pada masalah ”bagaimana” membangun yang disebut Membuat arsitektur. Disini nampak bahwa analisis tentang apa arsitektur trad Bali (ATB) itu adalah diskusi mengenai pengertian arsitektur (teori), namun bilamana seseorang bertanya bagaimana cara membangun ATB, ini artinya berbicara diwilayah membangun arsitektur yang tentunya berkaitan dengan praktek arsitektur. Ketika berpraktek arsitektur kita mau tak mau harus mengikuti aturan-aturan membangun di daerah dimana arsitektur itu akan dibangun.

TEORI ARSITEKTUR DAN KREATIVITAS
Berbicara tentang teori arsitektur tidak dapat dilepaskan dengan kreativitas. Kreativitas, menjadi salah satu syarat dalam proses disain, hanya saja kreativitas dimaknai sempit oleh beberapa arsitek. Tidak jarang pula terjadi, arsitek bahkan tidak menyadari apakah kreativitas yang ia miliki dan ia wujudkan dalam bentuk-bentuk yang aneh itu merupakan cerminan dari idealisme-nya sebagai arsitek, ataukah justru hanya bayangan buram dari egoisme-nya yang ingin diakui, dikenal dan dihargai. Idealisme hadir sebagai wujud pertanggungjawaban dari latar belakang pendidikan yang dimilikinya. Sebaliknya, egoisme justru lebih merupakan gambaran ketidakterdidikan yang tersembunyi di balik gelar-gelar akademisnya. Salah satu contoh kearifan di masa lalu tampaknya dapat diangkat di sini untuk menunjukkan bahwa kreativitas yang dimiliki si arsitek tidak selalu harus diukur dengan seberapa terkenalnya mereka di masyarakat (Yulia Eka Putrie,2009). Apakah si arsitek yang membuat atap datar itu merupakan tuntutan aktivitas/proyek yang hendak didisain? Ataukah atap datar didisain lantaran ego si arsitek? Mungkin dapat dimaklumi bilamana dirunut dari proses seseorang menjadi disainer Pada saat awal-awal, seorang disainer termotivasi untuk mencari bentuk aneh-aneh buat disainnya. Begitu disainer melewati masa-masa awalnya, mulailah ia mencari jati dirinya melalui pemahaman dirinya akan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya (kayak pelayan masyarakat atau abdi negara, begitu pengandaiannya), pada saat ini ego dirinya menurun yang muncul justru bagaimana ia mampu memberikan apa yang dimaui oleh masyarakat dengan tetap menyertakan teori-teori arsitekturnya. Jadi teori arsitektur disini tetap memegang peranan penting, sebab kalau tidak demikian karya arsitekturnya akan menjadi suatu karya pasaran (tergantung permintaan pasar saja, tanpa idealisme). Ada satu cerita menarik tentang idealisme yang bertanggung jawab dari seorang arsitek, yang menolak sebuah proyek prestisius (dilihat dari nilai rupiahnya) dengan alasan tidak sesuai dengan norma-norma yang dianut si arsitek (mendisain proyek pusat perjudian). Ini nampaknya idealisme yang merujuk kepada kode etik arsitek berikut,
Standar Etika 1.2 –Pengetahuan Dan Keahlian: Seorang Arsitek senantiasa berupaya meningkatkan pengetahuan dan keahlian serta sikap profesionalnya sesuai dengan nilai-nilai moral maupun spiritual.
MEMBUAT ARSITEKTUR DAN PERDA
Aturan-aturan membangun di suatu daerah tertuang dalam perda atau peraturan daerah tentang membangun bangunan. Jika seseorang hendak membangun di suatu daerah, maka suka tidak suka mau tidak mau, disainer patut memperhatikan aspek peraturan ini. Dapat pula ini di artikan sebagai suatu sikap kepatuhan terhadap kode etik arsitek : Standar Etika 2.1 –TATA LAKU Seorang Arsitek wajib menjunjung tinggi tatanan hukum dan peraturan terkait dalam menjalankan kegiatan profesinya. Dengan acuan ini, maka kedudukan perda tentang bangunan patut dipatuhi oleh seorang disainer ketika merancang bangunannya. Maka, jika aturan-aturan yang tertuang melarang atap datar, ya, jadinya batal disainnya, demi atau atas nama perda. Tapi, jika (ini masih hipotesis saja) suatu proyek memang menuntut kehadiran sebuah disain atap datar – misalnya helipad, tentunya ini dapat diskusikan dengan pihak pemberi ijin.
Mungkin pembaca akan punya ide lain yang bisa jadi bertentangan dengan analisis di atas silahkan dikomentari. Yang pasti tidak dikenakan biaya, terimakasih.

Baca lengkapnya... lanjut.

Rabu, 22 Juli 2009

NAMA PARA ALUMNI ARSITEK DWIJENDRA

Di bawah ini adalah nama-nama para alumni Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Dwijendra Denpasar, alumni dimulai sejak tahun awal (1992)

NO

NAMA


NO

NAMA

1

Ir. IB Suandika Manuaba


25

I GN Mudita, ST

2

I GK. Nila, ST


26

Sanjaya, ST

3

Ir. IA. Reni Setiawati


27

I Wy. Tarka Ariawan, ST

4

Ir. Kt. Sudana


28

I GN Adiarta, ST

5

Ir. I Gd. Mahadiana


29

I Ketut Parta, ST

6

Ir. I GP. Gd. Arsana


30

Budi Artati, ST

7

Ir.Eko Puji Susanto


31

I Gd. Suasta, ST

8

Ir. IBP Sunia Putra


32

I Nym. Durya, ST

9

Ir. I Md. Kendra


33

Sang Ayu Md. Dwi Antari, ST

10

Ir. I Md. Bandem


34

Ni Nym Ayu Herawati, ST

11

Ir. IB. Marhaendragama


35

IB Majun, ST

12

Ir. I Md. Pasek Mahendra


36

Cokorda Gd Putra, ST

13

Ir. I Md. Ratnadhika


37

I Putu Sumerta, ST

14

Ir. IB. Rama Putra


38

I KG Bagiarta, ST

15

Ir. IB. Sindhu Riana


39

I Md. Murdana, ST

16

Ir. I Wy. Susila


40

I Nengah Suyasa Dwipayana, ST

17

Ir. I Wy. Weda


41

Gd. Agus Purwanto, ST

18

Ir. Mercu Mahadi


42

I Nym. Widana, ST

19

Ir. I Md. Suweca


43

Bagus Cahyono, ST

20

Ir. I GM Puja Ariawan


44

I Md. Purna, ST

21

Ir. I Md. Weda Adnyana


45

I Nym. Kasnawan, ST

22

Ir. I Wy. Suwitra


46

I Nym. Oko Wiriantaro, ST

23

Ir. I Wy. Y. Sutrisna


47

I Kt. Tamujaya

24

IB. Alita, ST


48

IB. Artha



NB: Mohon Bagi para Alumni agar data ini lengkap kirimkan data anda ke email ini: arstundwi@yahoo.co.id - bisa juga ke email: adhimastra2301@yahoo.com
bilamana terjadi kesalahan nama atau ejaannya, agar segera mendaftarkannya pada email di atas.

Format Data Alumnus:


NAMA ALUMNUS:…………………………………………………………

TERDAFTAR SEBAGAI MHS: TAHUN ………………………………….

LULUS SARJANA, WISUDA : TAHUN …………………………………..

JUDUL TUGAS AKHIR: ................................................................................

...........................................................................................................................

IPK : ..............................

TEMPAT BEKERJA SEKARANG : ...............................................................

ALAMAT TINGGAL SEKARANG: ...............................................................

TELP/HP: ..........................................................................................................

EMAIL :. ..........................................................................................................

WEB/URL : .......................................................................................................

NB: kirimkan juga foto pas foto (berwarna) untuk menyempurnakan identitas alumnus

Baca lengkapnya... lanjut.