Arsitektur Dwijendra awalnya dikenal sebagai Sekolah Tinggi Arsitektur Tradisional Bali, pada tahun 1981. Selanjutnya tahun 1982 ditingkatkan menjadi Universitas Dwijendra dalam bentuk Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur.
Untuk ketiga kalinya pada tahun 2012 memperoleh status terakreditasi sesuai dengan Surat Keputusan Ban-PT no: 032/BAN-PT/Ak-XV/S1/X/2012 Tentang Penetapan Status Terakreditasi.


Minggu, 27 September 2009

Memburu Ijazah Magister Asli tapi Palsu

Terkait 20 guru yang diduga menggunakan gelar magister asli tapi palsu (aspal) Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Depdiknas akan menyelidiki perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah tersebut. Dikti Depdiknas, Fasli Jalal, ketika dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (26/6), mengatakan akan mengecek lagi kepada Direktur Akademik.

"Tetapi biasanya, kami harus menemukan kasusnya di lapangan. Kemudian kita akan ikut menelusuri. Kalau memang ijazah palsu, siapa yang mengeluarkan akan kita kejar, dan siapa yang masih memakai gelar palsu akan berhadapan dengan undang-undang sistem pendidikan nasional," katanya.

Sebelumnya sebuah situs pendidikan dalam beritanya pada 25 Juni menyebut sebanyak 20 guru dan mayoritas menjabat sebagai kepala sekolah di Kabupaten Ngawi menggunakan gelar magister palsu.

Gelar magister (S2) tersebut diperoleh dari Sekolah Tinggi Menajemen IMNI Jakarta. Diduga, gelar magister manajemen pendidikan itu diperoleh secara tidak prosedural.

"Perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah aspal itu harus diketahui kapan dikeluarkan, bagaimana konteksnya. Kalau berkali-kali sudah diingatkan sanksinya bisa sampai penutupan perguruan tingginya sebagai bentuk hukuman tertinggi secara administratif," katanya.

Dalam situs pendidikan itu juga disebutkan Dinas Pendidikan Kabupaten Ngawi sudah mengetahui penggunaan gelar magister aspal. Oleh karena itu, sejak 17 Juni 2009, Dinas Pendidikan Ngawi mengeluarkan surat edaran tentang larangan penggunaan ijazah S2 aspal tersebut.

Sebelum melakukan tindakan, Fasli akan meminta kopertis setempat memferivikasi ijazah aspal tersebut. "Kalau memang perguruan tingginya ada di Jakarta, Dikti akan minta Kopertis Wilayah III melakukan penyidikan dan penyelidikan. Dari hasil itu akan diambil langkah-langkah," katanya.

Sanksi yang bisa dikenakan terhadap pemalsuan ijazah yaitu sanksi administratif dan sanksi hukum. Tetapi secara hukum, menurut Fasli, polisi bisa langsung memproses secara hukum berdasarkan undang-undang sistem pendidikan nasional, yakni UU No 20 Tahun 2003.

"Yang bisa melaporkan bisa dari kopertis bersangkutan atau pemda, atau yang bersangkutan. Pokoknya harus ada yang dirugikan. Polisi sebagai aparat keamanan akan melakukan prosesnya," ungkapnya.
JAKARTA, KOMPAS.com BNJ Jumat, 26 Juni 2009 | 21:12 WIB
sumber: klik disini

Baca lengkapnya... lanjut.

Kamis, 24 September 2009

ARSITEK ANYAR










Dalam acara Wisuda XX mendatang (26 September 2009) Fakultas Teknik meluncur satu orang calon wisudawan yakni I Komang Donalt Sudiarta dengan Nirm 99.100.160. Calon wisudawan bersangkutan memulai proses tugas akhirnya pada bulan Februari 2009 sampai pada bulan Agustus 2009 dengan mengambil Judul Tugas Akhir (TA): GEDUNG AUDITORIUM UNUD DI BUKIT JIMBARAN, pembimbing utamanya adalah : Ir. PG. Ery Suardana, M. Erg dan pembimbing pendamping: Ir. IBG Manuaba.
Acara ujian akhir yang dilaksanakan pada Senin 29 Agustus 2009 mendapat sambutan hangat dari mahasiswa Teknik lainnya, ini terbukti dari banyaknya mahasiswa teknik yang hadir ketika ujian berlangsung di Ruang Microteaching.

Baca lengkapnya... lanjut.

Minggu, 20 September 2009

DIBUTUHKAN SIKAP ARIF DAN NEGARAWAN DALAM PENATAAN RUANG


Sumber : admintaru_170909

DJPR-Jakarta. “Perencanaan tata ruang menjadi penting karena pada tahapan ini disusun kesepakatan lintas wilayah, sektor maupun lintas pemerintah, swasta dan masyarakat dalam mewujudkan visi tata ruang,” ungkap Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bali I Made Sugiarsa membuka kegiatan Advokasi Penyelenggaraan Penataan Ruang di Bali, pekan lalu.

Kepala Pusat Lingkungan Geologi Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral Danaryanto mengatakan, penataan ruang menjadi kunci keharmonisan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh beragam sektor. “Dibutuhkan sikap arif dan negarawan dari berbagai sektor, untuk dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang harmonis dan solutif dari berbagai konflik pemanfaatan ruang yang muncul,” lanjutnya.

“Sikap negarawan perlu untuk mendorong tercapainya `win-win solution` dalam berbagai konflik guna lahan yang muncul”, jelas Erry Saptaria Achyar selaku Kasubdit Perkotaan dan Metropolitan Wilayah III Ditjen Penataan Ruang.

“Penyelesaian konflik pemanfaatan ruang perlu dilakukan dengan kearifan bersama”, jelas IF. Poernomosidhi pada kesempatan yang sama sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut.


“Masyarakat perlu dilibatkan dalam pengembangan wilayah dan kota sehingga ikut paham visi penataan ruang yang akan diterapkan”, lanjutnya. Sementara Andi Oetomo, pakar penataan ruang dari Institut Teknologi Bandung menyatakan, “penyelesaian masalah bersama perlu dilakukan melalui BKPRN atau BKPRD sehingga kemanfaatannya dapat dinikmati semua pihak”. Selanjutnya Oetomo pun menjelaskan,”diperlukan peta batas wilayah yang terukur dengan standar nasional sehingga dapat menjadi dasar pemecaham masalah bersama”.

“Kunci pemecahan konflik membutuhkan pemahaman terhadap akar persoalan, menggunakan logika yang baik, dan melandasi dengan keikhlasan”, tutup Poernomosidhi. “Penyelesaian masalah harus mengedepankan pemahaman lintas sektor, sehingga tidak ada sikap mau menang sendiri”, tegas Danaryanto. Keterangan tersebut menegaskan bahwa sikap arif dan negarawan yang harus dikedepankan dalam menyelesaikan masalah dalam penyelenggaraan penataan ruang.
(wil3)


CUAP-CUAP DARI ADMIN
Persoalan yang muncul setelah menyimak artikel di atas adalah: Sudahkah masyarakat dilibatkan dalam proses penyusunan Tata Ruang? atau sudahkan masyarakat terlibat dalam proses pengembangan wilayah dan kotanya?
Pertanyaan itu muncul karena adanya niat luhur, bahwa dengan adanya keterlibatan masyarakat menyusun pengembangan wilayahnya akan berdampak pada tumbuhnya pemahaman akan visi dan misi perencanaan tata ruang. Bahwa partisipasi masyarakat akan meningkatkan peran sertanya dalam menjaga dan mentaati aturan dalam pengembangan selanjutnya (dalam proses operasionalnya). Kiranya ini yang menjadi pokok pikiran kita bersama.

Baca lengkapnya... lanjut.

Kamis, 17 September 2009

Sebuah Gagasan Cemerlang: Dwijendra University INTERNATIONAL CENTER FOR BALINESE CULTURE


Ini memang berita baru atau ini baru memang berita: Dalam sebuah pertemuan informal (Kemis, 17 September 2009) yang dilakukan oleh pihak Yayasan Dwijendra bersama Universitas Dwijendra serta dengan seorang penggagas Ida Bagus Wiyasa Putra, yang punya rencana besar berupa sebuah gagasan cemerlang yakni ingin Universitas Dwijendra menjadi sebuah pusat Kajian Internasional Kebudayaan Bali. Sebagai sebuah ide awal, hal ini patut dipahami maupun perlu dicerna lebih mendalam lagi dalam kaitan Universitas Dwijendra sebagai institusi pendidikan tinggi yang nota bene mengemban tugas suci dalam bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi.

I. Background
Balinese culture is one of the wealth of the the world and human heritage. Balinese culture is one of the wealth of heritage of Indonesia. Balinese culture expresses a very strong particular signs of identity of the Balinese society. Balinese culture is the only sign of identity of the Balinese society. Balinese culture is one of sign of identity of Indonesia.
Identity is one of the most fundamental issues in the short of globalization. Globalization, in one side, has brought progress and speeding up the development of welfare of the people of the world. But, in another side, has caused blurred of identity which indicated by eruption of sign of identity, confusing and even loss of identity. Despite, identity is the most fundamental requirement for living in the world of globalization and for Bali identity is the soul of their economic power. Anything, without identity is reason for existence, position, function, and role in the work of the universe. In term of globalization, identity is also the sign for recognition, taking position, playing role and function, or even finally for winning business competition. Culture is sign of identity and identity is the fundamental source of power in competing in the global world.
Tourism has suffered many sign of Balinese culture identity. It has erupted numbers of the Balinese culture fundamental sign, tangible an intangible signs like dance, music, subak, agriculture, the way of thinking, behavior, culture institutions, etc. It need an organized and systematic policy and action for its rescue.
II. Vision
Recover, maintain, protect, and develop the balinese culture for the benefit of the present and future generation of Bali.

III. Mission

IV. Program

V Action Plan

Itulah hal-hal yang menjadi titik acuan dalam acara informal meeting ini. Acara ini dilakukan dalam suasana santai tapi serius, santai karena acaranya sendiri dilakukan disebuah pondok rumah makan yakni di Rumah Makan Pondok Kuring di Jl Raya Puputan Renon Denpasar, Serius, karena dalam materi dasar acara ini merupakan materi yang mungkin menerobos kegundahan kegalauan dibidang kebudayaan selama ini, apalagi akhir-akhir ini budaya Bali menjadi sorotan dunia setelah digoyang dengan issu menarik dimana tari pendet diklaim pihak negara tetangga.
Rektor Universitas Dwijendra I Ketut Wirawan, SH.,M.Hum menyampaikan harapannya dalam rencana atau ide awal ini, bahwa Universitas Dwijendra yang mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi sangat membutuhkan ide-ide semacam ini karena untuk dapat eksis dan tetap kompetitiv, Universitas perlu membuka diri dengan segenap potensi yang ada. Bahkan tidak tanggung-tanggung dalam memanfaatkan potensi seperti panggung atau stage ataupun yang lainnya Bapak Rektor telah melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dengan institusi lain ISI misalnya, yang konon hal-hal atau pendekatan ini mendapat respon positif dari berbagai pihak.
Pertanyaan selanjutnya setelah usainya acara informal ini, adalah: adakah kehendak tulus ini akan dapat mengalir sebagaimana harapan-harapan indah yang terbayang dalam benak masing-masing peserta acara ini. Yang tidak menutup kemungkinan harapan-harapan itu juga sama dengan harapan masyarakat Bali umumnya.
Saat sekarang ini, mungkin cukup kita berdoa, berdoa, dan berdoa semoga harapan ini jadi kenyataan

Baca lengkapnya... lanjut.

Jumat, 11 September 2009

PELANGGARAN BHISAMA

Amlapura - Pelanggaran terhadap bhisama terus saja terjadi. Hal ini mencerminkan tidak adanya penghormatan terhadap para sulinggih yang telah menggodok bhisama tersebut. Demikian pula tidak ada penghormatan terhadap lembaga tinggi umat Hindu, PHDI, yang mengeluarkan bhisama tersebut. Oleh karena itu, agar kasus pelanggaran bhisama tidak terus-terusan terjadi, maka bhisama harus diperdakan sehingga mempunyai kekuatan legal formal. Demikian terungkap dalam diskusi yang diadakan Forum Ajeg Bali, di Ulun Kulkul, Besakih, pada malam Siwaratri (Sabtu, 24/1).

Diskusi yang dihadiri sejumlah tokoh dan lembaga yang concern dalam penyelamatan Bali ini, membahas tentang adanya rencana investor mengeksploitasi Danau Buyan. Diskusi ini juga menghadirkan dua narasumber yakni Begawan Dwija Sandi dan Pemangku Pura Goa Raja I Gusti Mangku Kabayan Manik Arjawa.

Begawan Dwija menyesalkan bhisama yang sebelumnya digodok para sulinggih seperti macan ompong. Sebab, sama sekali tidak menjadi acuan para pejabat di Bali yang notabene sebagian besar umat Hindu. Terbukti telah banyaknya bangunan yang semestinya tidak boleh ada di kawasan suci telah berdiri di kawasan tersebut. Jadi apa yang diucapkan bahwa menghormati para sulinggih, sama sekali tidak benar. 'Terbukti produk para sulinggih tidak dijadikan acuan dalam mengambil keputusan apabila investor berkeinginan membangun di kawasan suci,' jelasnya datar.

Oleh karena itu, ia memberi solusi agar Bhisama PHDI itu diperdakan, sehingga mempunyai kekuatan legal formal. Selain itu, akan menjadikan keharusan bagi eksekutif untuk melaksanakannya serta akan terkena sanksi bila dilanggar. Demikian pula DPRD akan mempunyai kewajiban untuk mengawasi dan mengontrol terhadap pelanggaran bhisama yang telah menjadi perda. Terkait pembangunan di Danau Buyan, Begawan Dwija Sandi dengan tegas menolaknya, karena hal itu membahayakan alam Bali.

Hal senada juga diungkapkan Gusti Mangku Kubayan Manik Arjawa. Bahkan, ia menyatakan sebuah purana yang menyebutkan barang siapa yang berani mengusak-asik laut, gunung dan danau akan terjadi sesuatu pada Bali. 'Apakah hal itu dikehendaki terjadi pada Bali,' tanyanya sembari menyatakan semua itu tergantung para pejabat karena merekalah yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan izin untuk legalnya sebuah investasi di kawasan suci.

Sementara itu, Mangku Sunartha menyatakan kericuhan investasi yang terjadi di Bali sekarang ini dikarenakan telah terjadi degradasi moral. Tidak saja terjadi di masyarakat juga para pejabatnya. Mereka hanya berorientasi uang. Pendekatan yang digunakan dalam meloloskan investasi hanya berdasar kepentingan ekonomi. Penyelamatan lingkungan, penyelamatan Bali dan penyelamatan budaya sama sekali tidak menjadi pertimbangan. Kalau toh ada, hal itu hanya ada dalam wacana, bukan dalam tataran implementasi.

Tak kalah pedasnya pernyataan Wayan Budi Arsana dari Sekaa Demen Bali. Ia menuding investor yang datang ke Bali hanya manis di bibir. Ia menyebut contoh tentang rekrutmen tenaga kerja. Awalnya, memang sebagian besar tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga lokal. Namun pelan tapi pasti, mereka akan digusur dengan tenaga dari luar dengan alasan tenaga lokal kurang profesional. Yang disisakan untuk tenaga lokal hanya satpam dan tukang kebun.

Lalu siapa yang mengontrol ini, bahwasanya janji investor mempekerjakan 60 persen tenaga lokal sudah tak ditepati. Ini juga mesti dibuat aturan tegas, bahwa investor harus mempekerjakan 60 persen tenaga lokal. Kalau mereka menganggap tenaga lokal kurang profesional, adalah tanggung jawabnya untuk melatih. 'Ini sebuah tanggung jawab sosial. Bukan malah melempar dan mengganti dengan tenaga luar,' terang Arsana yang mantan karyawan hotel.

Sementara itu, pengamat lingkungan Dr. Luh Kartini menyatakan, apa pun alasannya, pemanfaatan Danau Buyan untuk kepentingan investasi harus ditolak. Hal ini juga sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan forum diskusi yang dimediatori Prof. Wijaya. Ia mengatakan Forum Ajeg Bali sepakat menolak segala bentuk investasi di Danau Buyan. Selain melanggar kawasan suci, juga melanggar perda dan peraturan perundang-undangan pemanfaatan air. (019*BP)
Ditulis oleh: goesdun, 27-01-2009
Sumber: klik disini http://www.indoforum.org/archive/index.php/t-40830-p-2.html

Baca lengkapnya... lanjut.

Rabu, 02 September 2009

Doktor Pengangguran Ditolak Jadi Penyapu Jalan

Cerita tentang pengangguran pada saat ini memang semarak, bisa jadi ini terjadi lantaran berbagai krisis yang terjadi di setiap negara belahan dunia. Namun cerita satu ini menjadi menarik buat disimak karena kelangkaannya dimana justru tenaga otak dikalahkan oleh tenaga otot, dan juga bukan hanya kalah saing dibursa pemilihan atau seleksi tenaga kerja tapi juga kalah dalam hal perolehan gaji. Dimata kita orang Indonesia, sangat tertanam bahwa semakin tinggi level kesarjanaan dalam wujud ijazah maka semakin tinggi pula pendapatan yang diterima oleh yang bersangkutan. Ternyata dugaan ini (kondisi di Indoensia) berbalik dengan yang terjadi dinegeri Korea, kita simak cerita lengkapnya (klik disini) ...................

Baca lengkapnya... lanjut.

Selasa, 01 September 2009

Penyelenggaraan Pendidikan : BHP, Undang-undang yang "Kebablasan"

Perbincangan tentang Badan Hukum Pendidikan awalnya hanya jadi wacana ditingkat Pendidikan Tinggi, namun dalam perkembangannya melebar keseluruh sistem pendidikan dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi, bagaimana hal ini bisa menjadi wacana yang berkembang sedemikian, mari kita ambil kutipannya dalam berita di harian Kompas ...... diklik disini

Baca lengkapnya... lanjut.