Arsitektur Dwijendra awalnya dikenal sebagai Sekolah Tinggi Arsitektur Tradisional Bali, pada tahun 1981. Selanjutnya tahun 1982 ditingkatkan menjadi Universitas Dwijendra dalam bentuk Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur.
Untuk ketiga kalinya pada tahun 2012 memperoleh status terakreditasi sesuai dengan Surat Keputusan Ban-PT no: 032/BAN-PT/Ak-XV/S1/X/2012 Tentang Penetapan Status Terakreditasi.


Kamis, 17 September 2009

Sebuah Gagasan Cemerlang: Dwijendra University INTERNATIONAL CENTER FOR BALINESE CULTURE


Ini memang berita baru atau ini baru memang berita: Dalam sebuah pertemuan informal (Kemis, 17 September 2009) yang dilakukan oleh pihak Yayasan Dwijendra bersama Universitas Dwijendra serta dengan seorang penggagas Ida Bagus Wiyasa Putra, yang punya rencana besar berupa sebuah gagasan cemerlang yakni ingin Universitas Dwijendra menjadi sebuah pusat Kajian Internasional Kebudayaan Bali. Sebagai sebuah ide awal, hal ini patut dipahami maupun perlu dicerna lebih mendalam lagi dalam kaitan Universitas Dwijendra sebagai institusi pendidikan tinggi yang nota bene mengemban tugas suci dalam bentuk Tri Dharma Perguruan Tinggi.

I. Background
Balinese culture is one of the wealth of the the world and human heritage. Balinese culture is one of the wealth of heritage of Indonesia. Balinese culture expresses a very strong particular signs of identity of the Balinese society. Balinese culture is the only sign of identity of the Balinese society. Balinese culture is one of sign of identity of Indonesia.
Identity is one of the most fundamental issues in the short of globalization. Globalization, in one side, has brought progress and speeding up the development of welfare of the people of the world. But, in another side, has caused blurred of identity which indicated by eruption of sign of identity, confusing and even loss of identity. Despite, identity is the most fundamental requirement for living in the world of globalization and for Bali identity is the soul of their economic power. Anything, without identity is reason for existence, position, function, and role in the work of the universe. In term of globalization, identity is also the sign for recognition, taking position, playing role and function, or even finally for winning business competition. Culture is sign of identity and identity is the fundamental source of power in competing in the global world.
Tourism has suffered many sign of Balinese culture identity. It has erupted numbers of the Balinese culture fundamental sign, tangible an intangible signs like dance, music, subak, agriculture, the way of thinking, behavior, culture institutions, etc. It need an organized and systematic policy and action for its rescue.
II. Vision
Recover, maintain, protect, and develop the balinese culture for the benefit of the present and future generation of Bali.

III. Mission

IV. Program

V Action Plan

Itulah hal-hal yang menjadi titik acuan dalam acara informal meeting ini. Acara ini dilakukan dalam suasana santai tapi serius, santai karena acaranya sendiri dilakukan disebuah pondok rumah makan yakni di Rumah Makan Pondok Kuring di Jl Raya Puputan Renon Denpasar, Serius, karena dalam materi dasar acara ini merupakan materi yang mungkin menerobos kegundahan kegalauan dibidang kebudayaan selama ini, apalagi akhir-akhir ini budaya Bali menjadi sorotan dunia setelah digoyang dengan issu menarik dimana tari pendet diklaim pihak negara tetangga.
Rektor Universitas Dwijendra I Ketut Wirawan, SH.,M.Hum menyampaikan harapannya dalam rencana atau ide awal ini, bahwa Universitas Dwijendra yang mengemban Tri Dharma Perguruan Tinggi sangat membutuhkan ide-ide semacam ini karena untuk dapat eksis dan tetap kompetitiv, Universitas perlu membuka diri dengan segenap potensi yang ada. Bahkan tidak tanggung-tanggung dalam memanfaatkan potensi seperti panggung atau stage ataupun yang lainnya Bapak Rektor telah melakukan pendekatan-pendekatan tertentu dengan institusi lain ISI misalnya, yang konon hal-hal atau pendekatan ini mendapat respon positif dari berbagai pihak.
Pertanyaan selanjutnya setelah usainya acara informal ini, adalah: adakah kehendak tulus ini akan dapat mengalir sebagaimana harapan-harapan indah yang terbayang dalam benak masing-masing peserta acara ini. Yang tidak menutup kemungkinan harapan-harapan itu juga sama dengan harapan masyarakat Bali umumnya.
Saat sekarang ini, mungkin cukup kita berdoa, berdoa, dan berdoa semoga harapan ini jadi kenyataan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar